Sabtu, 02 Juli 2011

Kewajiban Haji

Oleh H.M. Nasir, Lc., M.A.

Allah Swt. berfirman: Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup melakukan perjalanan ke Baitullah, siapa-siapa mengingkarinya, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan) dari semesta alam. (Ali Imran : 97)

Haji secara kebahasaan berarti : bermaksud, bertekad, bertujuan. Sedangkan menurut syariat adalah bermaksud menuju Ka'bah (Baitullah) dengan melaksanakan perbuatan tertentu, pada tempat tertentu, dan pada masa yang tertentu pula. Yang dimaksud dengan perbuatan tertentu seperti Thawaf, Wukuf, Sa'i dan sebagainya, dan pada tempat tertentu seperti Ka'bah, Arafah, Mina, sedangkan masa tertentu adalah pada bulan yang ditentukan dan ditetapkan oleh Allah sebagai bulan-bulan haji (asyhur al hajj) yaitu bulan Syawwal, Dzulqa'dah, Dzulhijjah di dalam Terminologi Fikih Haji disebut Miqat Zamani.



Ayat di atas menginformasikan kepada kita bahwa ibadah haji adalah suatu kewajiban bagi orang yang mampu menempuh perjalanan ke Makkah, dan tempat yang telah ditentukan oleh Allah sebagai masyair (tempat yang menjadi syiar-syiar haji), baik kemampuan jasmani maupun kemampuan harta sebagai perbekalan ketika mengerjakan ibadah haji, bahkan perbelanjaan keluarga yang ditinggalkan sekalipun.

Kewajiban haji, menjadi istimewa dibandingkan dengan rukun-rukun Islam yang lain seperti shalat dan puasa, yang hanya melibatkan jasmani saja atau ibadah badaniah, dan zakat adalah ibadah maliah (harta) semata, akan halnya ibadah haji, menggabungkan dua kemampuan tersebut yaitu kemampuan fisik dan materi sekaligus.

Oleh sebab itu perintah mengerjakan ibadah haji sekali seumur hidup merupakan rahmat dari Allah SWT., sebab tidak semua orang dapat memenuhi kewajiban tersebut.

Ketika para sahabat-sahabat Nabi SAW. mengerjakan haji pada tahun ke 10 Hijriah yang notabenenya merupakan haji pertama dan terakhir bagi Nabi kita Muhammad Saw. Beliau bersabda kepada para sahabat-sahabatnya : "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kalian ibadah haji, maka berhajilah, di antara mereka ada yang bertanya: Apakah setiap tahun wahai Rasulullah? Rasulullah SAW. diam, mereka kembali mengulangi pertanyaan yang sama, namun Rasulullah SAW. tetap diam. Akhirnya Rasul SAW. bersabda: Seandainya saya jawab ya, maka ibadah haji tentu diwajibkan kepada kalin setiap tahun, dan kalian pasti tidak akan dapat memenuhinya. (HR. Muslim, Ahmad dari Abu Hurairah).

Diamnya Nabi atas pertanyaan para sahabat-sahabatnya merupakan rahmat bagi kita, sehingga kewajiban ibadah haji tidak merupakan kewajiban yang berulang setiap tahun bagi yang sudah mengerjakannya.

Animo umat Islam untuk berangkat mengerjakan haji, bersimpuh dan bersujud di depan Ka'bah sulit dibendung. Walaupun mereka sudah berangkat berulang kali tetap saja berkeinginan untuk ke sana setiap tahun. Oleh sebab itu pemerintah Arab Saudi mengambil kebijakan untuk menetapkan kuota bagi setiap negara dan bagi rakyat Arab Saudi sendiri tidak dibolehkan mengerjakan ibadah haji melainkan lima tahun sekali.

Kebijaksanaan Kerajaan Arab Saudi membatasi 5 tahun sekali bagi rakyatnya bukan tanpa alasan sama sekali. Di dalam hadis Qudsi yang diriwayatkan dari Abi Sa'id Al-Khudri bahwa Nabi SAW. bersabda: "Allah Swt. berfirman : Sesungguhnya seseorang hamba yang kuberikan kesehatan pada sisinya kelapangan rezekinya, lalu sampai lima tahun (dia tidak mengulangi hajinya), maka terhalang baginya mendapat pahala dan keridhaan-Ku. (HR. Baihaqi).

Para ulama menafsirkan bahwa ini adalah anjuran untuk orang yang memiliki harta yang melimpah ruah dan berbadan sehat. Dan haji yang kedua dan ketiga dan seterusnya adalah sunat. Terkadang wajib melakukan ibadah haji lebih dari satu kali apabila seseorang bernazar, untuk melaksanakan haji padahal dia sudah mengerjakannya, karena ibadah sunat apabila dinazarkan maka ibadah tersebut naik menjadi peringkat wajib. Demikian pula Haji Qadha (melengulangi kembali haji) yang sudah dikerjakan meskipun haji sunat, misalnya seseorang yang melakukan ibadah haji yang kedua kali, dan diantara rukun haji tersebut ada yang ditinggalkan seperti Wuquf dan Tawaf, maka wajib dia mengqadhanya pada tahun berikutnya.

Kondisi lain yang membuat seseorang untuk berhaji lebih dari satu kali adalah seorang mursyid (Pembimbing haji) yang mengharuskan untuk mendampingi jamaah mereka ke tanah suci Makkah, maka haji para pembimbing-pembimbing tersebut dikelompokkan kepada haji sunat, terkecuali para pembimbing tersebut telah mengadakan ikatan janji dengan para jamaah dan sudah menerima imbalan jasa, atau sudah dibayarkan oleh para jamaah, maka menurut hemat penulis, pembimbing tersebut wajib menyempurnakan janjinya maka konsekwensinya haji tersebut menjadi wajib, dengan kata lain para jamaah yang telah membayar kepada pembimbing sejumlah uang, bertujuan "membeli" jasa pembimbing maka pembimbing berada pada posisi penjual "pedagang", maka wajarkah bila seorang pembeli telah membayar jasa seseorang lalu "sipedagang" mengingkari janji-janjinya?

Di dalam tradisi Fikih, praktek membayar jasa seseorang dapat dibenarkan karena itu termasuk ke dalam jual beli manfaat (Bai'ul manfaah). Secara normatif seseorang berkeinginan mengerjakan haji berulangkali, antara lain ibadah haji dapat menjauhkan seseorang dari kefakiran dan kemiskinan. Rasul SAW. bersabda : "Berulanglah mengerjakan haji dan umroh karena keduanya dapat menjauhkan dari kefakiran dan dosa, sebagaimana Ubupan (alat peniup api tukang besi) membersihkan kotoran besi, emas, dan perak, dan tidak ada balasan bagi haji mabrur selain surga. (HR. Turmuzi, Ibnu Majah).

Dan yang tak kalah pentingnya adalah ibadah haji dapat memutihkan dari segala bentuk dosa, dan mendapat pahala berupa surga sebagaimana diterangkan pada ujung redaksi hadis di atas. Faktor lain yang sering dilupakan orang adalah berkat doa Nabi Ibrahim as. agar hati manusia tertarik atau cenderung untuk menuju Baitullah. Allah Swt. berfirman: "Jadikanlah sebahagian hati manusia tertarik (cenderung) kepada mereka." Sampai sekarang doa Nabi Ibrahim as. terasa maqbul di mana ratusan juta umat Islam tertarik hatinya dan berkeinginan untuk menginjakkan kakinya di tanah suci Makkah meskipun sekali seumur hidup. Padahal jarak antara Nabi Ibrahim dengan zaman kita sekarang ini tidak kurang dari 4000 tahun.

Pesan yang kita tangkap dari doa Nabi Ibrahim as. agar kita tidak boleh bosan berdoa untuk kebaikan dan mendoakan anak-anak cucu dan keturunan kita, sahabat dan jiran tetangga semoga Allah SWT. memberi kesempatan pada mereka untuk bertawaf di rumah Allah (Baitullah) yang mulia itu, dan Allah akan mengabulkan permintaan hamba-Nya, teristimewa di tempat-tempat yang mustajab, dan kita sendiri tidak tau apakah saudara-saudara kita yang berangkat sekarang ini berkat doa dari orang terdahulu menginjakkan kakinya disana, dan boleh jadi juga orang yang di belakang hari berangkat ke tanah suci Makkah hasil doa dari saudara-saudara kita yang berangkat sekarang ini.

Akhirnya ulama Fikih sepakat mengatakan bahwa haji adalah kewajiban sekali seumur hidup, akan tetapi bila digunakan pendekatan ilmu Tasawwuf, barangkali kita dianjurkan untuk berulang kali berangkat ke sana. Bukankah di dalam Tawaf Wada' (tawaf perpisahan) kita dianjurkan memanjatkan doa : "Ya Allah yang Maha Pemurah, kasihanilah aku ya Allah, murahkanlah rezkiku supaya aku dapat kembali menziarahi rumah-Mu berulangkali." Wallahua'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar